My Coldest CEO

2| Met a Sloppy Girl



2| Met a Sloppy Girl

006 : 00 PM     

Chiltern Firehouse, London.     

Bertepatan dengan pergantian siang hari ke malam hari, seluruh pekerjaan Leo sudah tuntas. Ia jadi tidal perlu repot-repot untuk pulang terlalu malam, tapi tetap saja sudah ketinggalan beberapa jam dari waktu pulang kerja yang seharusnya. Jadi, ini ia sudah berada di salah satu tempat makan yang sangat terkenal.     

Chiltern Firehouse adalah restoran unik dan terkenal di London. Restoran ini memiliki konsep open kitchen. Pengunjung bisa melihat para koki memasak di dapur dan menyiapkan menu pesanan. Selain itu  Chiltern Firehouse memiliki desain interior yang mewah. Pilar-pilar kokoh berdiri di sekililing Anda, ditambah dengan meja dan kursi klasik menjadi icon mewah restoran ini. Menu spesialnya adalah donat isi daging kepiting dan makanan asap.     

Kenyamanan tempat menjadi salah satu hal yang sangat utama bagi seorang Leonardo Luis. Ia duduk sendirian, tanpa adanya teman sama sekali. Tidak ingin duduk tepat di kursi open kitchen yang tersaji, akhirnya ia duduk di salah satu bangku yang di peruntukan maksimal oleh dua orang saja.     

Memesan satu porsi aged beef fillet dengan mushroom caramel dan roasted onion, tuna devilled eggs (spicy tuna tartare), dengan request minuman pilihan yaitu red wine yang sudah cukup menemani dirinya untuk menutup hari.     

Mengunyah setiap inci kenikmatan yang memang tidak boleh di ragukan lagi. Semua orang juga tahu bagaimana spesialnya makanan berkelas yang sangat mampu menggoyang lidah saat menyentuh alat pengecap tersebut.     

Ia bahkan tidak perlu repot-repot menghubungi Azrell, ya karena wanita itu tidak terlalu penting. Ingin dirinya sudah pulang atau belum, ia sama sekali tidak pernah memberikan kabar. Paling kebalikannya, Azrell lah yang dengan heboh mengirimkan berbagai teks panjang sampai misscall ke ponselnya.     

Seperti saat ini, benda pipih yang diperuntukkan sebagai alat komunikasi modern itu sudah bergetar di atas meja dengan layarnya yang menampilkan nama wanita tersebut.     

Acara makanannya tidak ingin terganggu hanya karena perihal kabar saja, jadi ya dirinya lebih memilih untuk makan dengan tenang tanpa gangguan dari sudut mana pun.     

"Ah maaf pasti Tuan sudah menunggu kedatangan saya, ya? Tadi aku habis selesai mencuci piring."     

Bertepatan dengan dirinya yang selesai meneguk red wine, Leo mengarahkan pandangan ke kursi yang berada di hadapannya. Ia melihat seorang wanita yang terlihat cantik tanpa sapuan make up sama sekali, bahkan perhiasan yang biasanya dikenakan para wanita pun tidak ada pada dia.     

Ia masih memperhatikan gerak gerik wanita yang di depannya, sibuk membenarkan letak tas selempang yang ternyata kaitannya putus.     

"Ingin ku bantu?"     

Sedangkan wanita tersebut yang mendengar suara bariton yang keluar dari mulut Leo pun langsung menaikkan tatapan dari kepalanya yang tertunduk, kedua bola matanya juga sudah terbuka lebar-lebar pertanda kalau dirinya tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. "Tu-tuan Leo?" ucapnya dengan nada sangat gugup sambil membenarkan posisi duduknya menjadi lebih anggun lagi.     

Leo mengangguk kepalanya, membenarkan sapaan wanita itu yang terdengar lebih ke arah pertanyaan. Satu hal yang dirinya tahu dari seseorang di hadapannya ini adalah kesederhanaan. "Iya, saya." ucapnya sambil terkekeh kecil saat melihat wajah lucu yang menjadi respon untuk dirinya ini.     

"M-maaf Tuan, ak-aku ..." ucap wanita tersebut yang tidak tahu ingin berkata apa. Ia bahkan seperti terdengar kehabisan kata-kata, sedikit meringis merutuki kebodohannya. "Astaga kau ceroboh sekali Felia," gumamnya dengan nada yang lebih pelan dari sebelumnya. Ia memukul-mukul kecil kepalanya, bagaimana bisa dirinya salah orang?     

Leo menaikkan sebelah alisnya, lalu menghembuskan napas dengan perlahan. Kedua tangannya pun terjulur untuk mengambil botol red wine yang berada di atas meja, lalu menuangkan alkohol tersebut ke dalam gelas bersih yang memang sudah bagian dari table set up para pelayan di sini. "Sepertinya kamu haus dan sedikit gugup, lebih baik minum dulu." ucapnya sambil menjulurkan sebuah gelas ke arah wanita yang tadi menyebut namanya sendiri dengan Felia.     

Melihat Leo yang menjulurkan gelas berisi minuman beralkohol itu, Felia langsung saja mengambilnya. Membuat laki-laki yang berada di hadapannya saat ini mengulas sebuah senyuman sambil menaruh kembali botol red wine ke atas mejanya. "Maaf Tuan tapi aku gak minum minuman beralkohol,"     

Melihat Felia yang menaruh kembali gelas yang tadi diterima itu, membuat Leo mengangguk paham. Mengedarkan pandangannya, lalu menjentikkan jemari ke udara saat dirinya melihat seorang waitress yang tengah mencuri-curi pandang ke arahnya.     

Sedangkan Felia? Wanita itu kini rasanya ingin lenyap saja dari muka bumi dan terbang ke planet lain saking malunya.     

"Iya, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" tanya sang pelayan wanita dengan suara yang sudah pasti sangat dibuat-buat itu. Pakaian yang memang cocok menjadi pelayan panas mungkin mendeskripsikan penampilannya saat ini, bahkan tatapan mata penasaran ke arah Felia pun tiada henti tercetak jelas di permukaan wajahnya.     

Leo berdehem kecil, menginterupsi suasana. "Pertama, jangan berani-beraninya menatap wanita lain dengan tatapan serendah itu atau saya bisa saja langsung memanggil sang manager supaya memecat mu pada saat ini juga." ucapnya dengan nada tenang, bahkan tatapannya teduh. Tapi, siapapun yang mendengar kalimat yang terlontar dari mulutnya barusan terdengar tajam.     

"Maaf, Tuan."     

"Kedua, tolong pesankan jus segar untuk wanita di depan ku ini. Kalau ada kesalahan, aku yakin tidak ada lagi tempat kerja yang akan menerima mu."     

"Baik Tuan, mohon maaf atas kelalaian saya."     

Leo menganggukan kepalanya, lalu menampilkan sebuah senyuman. "Kamu cantik tanpa harus memandang rendah wanita lain," ucapnya. Setelah menegur, sudah pasti ia akan memberikan kalimat penenang supaya tidak terjadi kecanggungan di antara mereka.     

Kedua pipi pelayan wanita itu pun merona, lalu dengan cepat segera izin pamit ke belakang dan menyamping pesanan Leo.     

Sedangkan Felia? Wanita itu kini menatap laki-laki di hadapannya dengan takjub. Tidak ada amarah, namun masih sempat-sempatnya merayu.     

"Jangan pergi dulu, tunggu minuman mu datang." ucap Leo. Sudah ia bilang dirinya tidak ingin di ganggu saat makan, iya kan? Namun kalau ada seseorang yang tiba-tiba berada di hadapannya seperti ini, tidak mungkin kan usir karena alasan ketidaknyamanan?     

"Tapi Tuan, aku memiliki janji dengan orang lain."     

"Dan mana orang itu? Kenapa bisa salah sampai bokong mu mendarat di kursi yang berada di hadapan ku?"     

Leo kembali menikmati hidangan yang tersuguh untuk dirinya, lalu menatap Felia.     

"Ah, itu-- tadi bos ku menyuruh untuk datang ke sini." jawab Felia sambil mengedarkan pandangannya ke setiap sudut yang berada di ruangan megah ini. Ia menatap satu persatu tamu, namun tidak ada laki-laki lain yang mengenalkan tuxedo layaknya seorang bos kecuali Leo di sini.     

"Dan tidak menemukannya, iya kan?"     

"Tidak, Tuan Leo. Ah aku sangat meminta maaf pada mu, aku tidak tahu kalau itu kau."     

"Justru yang lebih mengganggu itu bukan kehadiranmu, tapi penyesalan mu yang tiada hentinya."     

Leo mengalihkan pandangannya dari Felia ke piring saji, masih bersama menu makan yang menggugah seleranya. Sebenarnya kalau makan sendirian seperti ini, sangat tidak enak. "Apa kamu ingin makan?" tanyanya yang kembali mendongakkan kepalanya menatap wajah kebingungan Felia.     

Tersentak, lalu menggelengkan kepalanya. "Ah tidak Tuan, aku tidak lapar. Lagipula harganya terlalu mahal untuk gadis seperti ku yang sama sekali tidak sederajat dengan orang-orang seperti mu, Tuan. Bahkan gaji ku sebulan saja belum tentu cukup membayar satu porsi makanan di sini, kalaupun cukup pasti di hari kemudian aku hanya memakan angin dan krikil."     

Penjelasan yang kelewat panjang pun terjabarkan dari mulut Felia, tentu saja Leo yang mendengar itu pun terasa tercekat. Entah kenapa di saat Felia yang sepertinya hidup serba kekurangan ini, sangat berbanding terbalik dengan kehidupan Azrell.     

"Kalau begitu mudah saja, saya yang bayarkan."     

"Tuan, sebaiknya tidak perlu. Kita baru bertemu beberapa menit yang lalu, bagaimana kalau aku ini ternyata perampok?"     

Leo yang mendengar ucapan konyol Felia pun hanya terkekeh kecil. "Kalau begitu, saya rela jika semua barang berharga yang saya bawa saat ini kamu rampok." ucapnya dengan nada bicara yang kelewat tenang, bahkan seteguk red wine yang kini sudah menyapa dinding tenggorokannya pun menjadi bukti kalau dirinya tidak bercanda.     

"Tuan ada-ada saja,"     

"Yang mengada-ngada itu kamu, bagaimana bisa seorang perampok salah mengenali bosnya?"     

Merutuki nasib, mungkin sebenarnya memang Felia itu ceroboh dengan tingkat yang akut.     

Drtt...     

Drtt...     

"Maaf Tuan, sepertinya aku harus menjawab panggilan ini."     

Leo hanya mengangguk kepalanya, bertepatan dengan seorang waiter yang menaruh segelas jus strawberry segar di hadapan Felia. "Thank you," ucapnya membuat pelayan laki-laki itu langsung undur diri.     

"Ah iya, Tuan aku sudah sampai."     

"Apa? Aish... baiklah."     

"Kenapa tidak mengabari ku?"     

"Ah baiklah, maaf. Selamat istirahat,"     

Memperhatikan percakapan Felia yang sepertinya telah mengganti raut wajahnya menjadi lelah, Leo pun menyudahinya menu makan beratnya berpindah memakan tuna devilled eggs. "Saya tebak, seseorang yang kamu ingin temui itu tidal jadi datang, iya kan?"     

Felia membelalakkan kedua bola matanya kala tangannya berhasil memasukkan kembali ponsel yang berada di tangannya ke dalam tas selempang. "Eh? Iya, Tuan. Katanya ada urusan mendadak dengan kolega lain,"     

"Lalu, kenapa tidak memberi tahu diri mu? Setahu saya bertemu kolega itu ada jadwal yang pasti sudah di janjikan sebelumnya."     

"Tuan jangan jadi cenayang,"     

"Memang seperti itu, lupa kalau aku CEO?"     

"Iya, CEO yang sangat kaya."     

"Kalau begitu, temani saya makan karena mulut mu yang cerewet itu bisa mengisi waktu kosong saya."     

"Sudah ku bilang, Tuan. Aku benar-benar tidak memiliki uang, nih aku akan tunjukkan dompet ku."     

Leo terkekeh melihat tingkah Felia, lalu menggelengkan kepalanya. "Kalau menolak, berarti kamu nanti akan ku antar pulang. Bagaimana?"     

Mendengar nada perintah yang lebih mirip ke sebuah ancaman itu membuat Felia mengalah. Ya kalau tidak mengalah bisa-bisa dirinya nanti akan satu mobil dengan laki-laki terkeren di London ini.     

Membayangkannya dirinya satu mobil dengan Leo... Ah tidak! Tentu saja kasta mereka sangat beda jauh. Bagaikan dirinya yang berperan sebagai tanah, dan laki-laki tersebut yang seperti langit.     

"Baiklah, setuju."     

Leo tersenyum puas. Lagipula dirinya hanya iseng saja karena makan sendiri di tempat mewah ini. Dan ya, pasti di hari berikutnya ia tidak akan bertemu lagi dengan wanita ini. Kemungkinan bertemu sih hanya 10% dari 100%. Jadi, ini hanya pertemuan yang pertama dan terakhir kalinya. Tidak ada hal yang perlu di khawatirkan, iya kan?     

"Sini tas selempang mu yang putus, biar ku perbaiki."     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.